Senin, 14 Maret 2011

pesan dan kesan d skolah tercinta

bwat adeg2 kelas lebih smangat dan bwat skolah kita trcinta mnjadi lbih baik di sgala bidang....

dan jngan puas dengan gelar SSN jadikan skolah kita mnjadi STANDAR INTERNASIONAL hati-hati dngan guru yng galak ea ga usah di sebut nama yhaaaa






heheheheheheheheheheheheheheeee

Rabu, 12 Januari 2011

Makalah Sejarah/fungsi bahasa indonesia


RANGKUMAN
BAB I
SEJARAH  SINGKAT, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA


1.1        Sejarah singkat, kedudukan, dan fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia yang menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia pada saat ini berasal dari bahasa melayu, proses pengangkatan tersebut terjadi saat para pemuda dari berbagai suku di Indonesia mengucapkan ikrar pada tanggal 28 Oktober 1928. Di saat ini kita kenal dengan Sumpah Pemuda.
Adapun bunyi Ikrar tersebut seperti berikut ini :
              
               Kami Poerta dan Poetri Indonesia
               Mengakoe Bertoempah darah satoe, Tanah air Indonesia
               Kami Poetra dan Poetri Indonesia
               Mengakoe bangsa satoe, Bangsa Indonesia
               Mendjoengdjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia

Sebelum ada ikrar Bahasa Indonesia masih disebut Bahasa Melayu yang waktu itu sudah dipakai sebagai bahasa pengantar (lingua franca).
(perhubungan, perdagangan, persatuan)

1.2        Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Sebagian besar orang beranggapan bahwa bahasa itu hanyalah sebagai alat penyampai pesan. Apabila orang menganggap bahwa berfungsi sebagai alat penyampai pesan, orang melihatnya berdasarkan tujan praktis.
Berdasarkan tujuan yang lainnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut ini :
a.       Tujuan kultural, bahasa digunakan sebagai alat untuk menyimpan, menyebarkan, dan mengembangkan kebudayaan.
b.      Tujuan fisiologis, bahasa digunakan sebagai alat untuk meneliti benda-benda purbakala, khusus yang berbentuk naskah kuno.
c.       Tujuan artistik, bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan rasa estetis manusia melalui seni sastra,
d.      Tajuan politis, bahasa digunakan sebagai alat untuk mempersatukan bangsa dan untuk menyelenggarakan administrasi pemerintah.
e.       Tujuan kulutural, bahasa digunakan untuk menyimpan dan mengembangkan ilmu pengetahuan (Budiman, 1987)
Fungsi-fungsi diatas adalah fungsi bahasa secara umum berdasarkan tujuannya.
Sedangkan munculnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi atau bahasa Negara adalah dengan disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 28 Agustus 1945, Khususnya pada Bab XV, pasal 36, yang berbunyi :
“ Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”.
Menurut Halim (1975) dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
  1. Lambang kebanggaan nasional
  2. Lambang identitas nasional
  3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial, budaya dan bahasanya.
  4. Alat perhubungan antar budaya dan antar daerah.
Sebagai lambing kebanggaan nasional, Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai budaya yang mendasari rasa kebanggaan bangsa Indonesia.
Sebagai identitas nasional, Bahasa Indonesia yang dijunjung tinggi, disamping bendera dan lambing Negara Indonesia.
Dari fungsi yang ketiga dengan adanya bahasa Indonesia dimungkinkan masyarakat Indonesia yang beragan latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita dan nasib yang sama.
Selain fungsi-fungsi diatas, bahasa Indonesia khususnya di dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara yaitu sebagai :
  1. Bahasa resmi Negara
  2. Bahasa pengantar di lembaga pendidikan
  3. Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan
  4. Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi.



BAB II
MACAM-MACAM RAGAM BAHASA

2.1        Macam-macam Ragam Bahasa
Di dalam bahasa terbagi atas ragam lisan, atau ujaran dan ragam tulis.
Ada beberapa perbedaan diantara keduanya. Yang pertama adalah sesuatu peristiwa. Orang berbahasa lisan akan menyertakan segala gerak isyarat, pandangan, anggukan, dan ini tidak mungkin muncul dalam bahasa tulis.
2.2        Bahasa Baku
Mengingat pentingnya pembakuan bahasa tersebut, maka ragam baku tersebut di ajarkan di semua jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
A.    Pembakuan Penulisan Penamaan
B.     Contoh Bahasa Indonesia Baku dan Tidak Baku
C.     Contoh Dalam Bentuk Kata
NO
TIDAK BAKU
BAKU
1
2
3
Situ
Aktip, Aktip
Apotek
Anda, Saudara
Aktip
Apotek

2.3        Bahasa Baku
Selain ada istilah “ Bahasa Baku” ada juga istilah “ Bahasa Beku” contoh yang telah terhadap dalam dokumen penting Negara :
Kata “ Maha Esa” seharusnya ditulis “ Maha esa”









BAB III
EJAAN BAHASA INDONESIA

            Ejaan bahasa Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan.Adapun ejaan yang kita gunakan pada saat ini adalah ejaan yang di sempurnakan ( biasa di singkat EYD)
Sebelum itu telah di gunakan beberapa ejaan yang lain.
1.      Ejaan Van Ophuijsen
2.      Ejaan Republik
3.      Ejaan Melindo
4.      Ejaan yang disempurnakan
Pada tanggal 17 Agustus 1972 di resmikan pemakaian ejaan baru untuk bahasa Indonesia dengan keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Ejaan tersebut kemudian terkenal dengan nama ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD).




















BAB IV
PENGGUNA KATA DALAM BAHASA INDONESIA

Tujuannyadi harapkan dapat mengetahui pengguna kata dalam Bahasa Indonesia secara benar.
4.1    Ketepatan Pemilihan Kata
         Ketepatan pemilihan kata erat kaitannya dengan makna kata.
A.  Pengguna Kata Bersinonim
Pada kata benar adalah betul. Tetapi pada contoh kalimat di bawah ini kata kebetulan tidak tepat apabila diganti dengan kebenaran.
B.     Pengguna Kata Berkonotas dan Berdenotasi
Contoh : 1. Pak mohon izin, saya mau ke WC
Dibandingkan dengan kalimat :
Contoh : 1. Pak mohon izin, saya mau ke belakang.
C.     Pengguna kata atau istilah asing
D.    Pengguna kata umum dan khusus
E.     Pengguna kata yang mirip dalam ejaannya
F.      Pengguna Idion
G.    Pengguna kata yang lugas.
H.    Pemilihan kata yang serasi
I.       Pemilihan kata yang lazim (umum)













BAB V
PENYUSUNAN KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA

Tujuannya agar dapat mengetahui tata cara penyusunan kalimat yang baik dalam Bahasa Indonesia.
5.1        Syarat kalimat yang baik
a.       Berciri gramatikal
b.      Mengandung kelogisan dan
c.       Sesuai dengan kondisi dan situasi saat bahasa tersebut digunakan
Kalimat gramatikal meliputi :
1.      Pencantuman unsur-unsur dalam kalimat
2.      Pengguna kaidah yang berlaku (EYD)
3.      Pemulihan dan penulisan kata yang tepat.
Variasi jenis kalimat
Macam-macam kalimat efektif
Dalam menyusun karangan ilmiah di haruskan menggunakan kalimat-kalimat yang efektif.
Kalimat-kalimat yang efektif.
1.      Kalimat gramatikal
2.      Kalimat logis
3.      Kalimat padu
4.      Kalimat hemat
5.      Kalimat tidak goyah











BAB VI
PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN PARAGRAF

            Tujuannya agar dapat mengetahui tata cara penyusunan paragraph yang baik dalam bahasa Indonesia.
6.1        Pengertian Paragraf
Setiap karangan yang baik harus di bagi menjadi bagian-bagian karangan yang panjang umumnya dibagi menjadi bab-bab.
6.2        Jenis Paragraf
a.       Jenis paragraph berdasarkan bentuk paragraph
Jenis paragraph berdasarkan letak kalimat umum
Contoh paragraph
1.      Paragraf Deduktif
2.      Paragraf Induktif
3.      Paragraf Campuran
4.      Paragraf tanpa kalimat utama.
b.   Syarat paragraph yang baik
1.   Kesatuan
2.   Koherensi
3.   Pengembangan
c.   Cara membangun paragraph
d.   Pengembangan sebab akibat/ akibat sebab.
e.   Pengembangan dengan pembandingan
f.    Pengembangan dengan definisi luas
g.   Pengembangan dengan contoh
h.   Pengembangan campuran








BAB VII
KARANGAN ILMIAH

            Tujuannya diharapkan dapat mengetahui konsep-konsep dasar penyusunan karangan ilmiah.
Macam-macam karangan ilmiah
Ada beberapa jenis karangan ilmiah yang biasa di tulis di perguruan tinggi misalnya makalah dan skripsi.
Makalah adalah karangan ilmiah yang menyajikan suatu masalah dan pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris obyektif.
Manfaat menyusun karangan ilmiah. Penyusunan karangan ilmiah memberikan manfaat yang besar sekali, baik bagi penulisnya sendiri maupun bagi masyarakat.






















BAB VIII
KONVERSI NASKAH KARANGAN ILMIAH

            Tujuannya diharapkan dapat mengetahui berbagai ketentuan dalam penyusunan karangan ilmiah.
Disini di kemukakan masing-masing identitasnya.
A.    Generalisasi tergesa-gesa.
B.     Non sequltur
C.     Analogi palsu
D.    Penalaran melingkar
E.     Deduksi cacar
F.      Pikiran simplitis
G.    Argumentasi ad Homiden
H.    Argumentasi ad Populum
I.       Kewibawaan palsu
J.       Sesudahnya maka karenya (Post hoe Ergo Propter Hoc)


















RESENSI

Buku ini menyajikan panduan bagi penyusun karya ilmiah yang menginginkan karya ilmiahnya tersusun dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta tertulis dengan tata tulis laporan yang baik.
            Bobot suatu karangan ilmiah, selain ditentukan oleh keluasan kedalaman materi, juga ditentukan oleh metoda penelitian, tata tulis, laporan, dan penyusun karangan ilmiah yang menginginkan karangan ilmiahnya  tersusun dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta sesuai dengan tata tulisan laporan yang baik
            Oleh karena itu, buku ini amat bermanfaat bagi para mahasiswa, dosen, peneliti, jurnalis atau siapa saja yang berkecimpung dalam dunia penyusunan karangan ilmiah.


     

Makalah Bahasa Indonesia/Cerpen


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah





B. Rumusan Masalah

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Cerpen
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.
Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.

B.      Sejarah Cerpen
1)             Asal-usul
Cerita pendek berasal-mula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.
Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali, diartikan sebagai cerita tentang binatang. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya.
Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog. Mite lebih menyaran pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan legenda mengandung pengertian sebuah cerita mengenai asal usul terjadinya suatu tempat. Contoh Banyuwangi.
Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa Kekaisaran Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley diterbitkan.
Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis karya Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek.
Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire, Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.

2)             Cerita-Cerita Pendek Modern

Cerita-cerita pendek modern muncul sebagai genrenya sendiri pada awal abad ke-19. Contoh-contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara (1824–1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque and Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe dan Twice Told Tales (1842) karya Nathaniel Hawthorne. Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan majalah dan jurnal melahirkan permintaan pasar yang kuat akan fiksi pendek antara 3.000 hingga 15.000 kata panjangnya. Di antara cerita-cerita pendek terkenal yang muncul pada periode ini adalah "Kamar No. 6" karya Anton Chekhov.
Pada paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah terkemuka, seperti The Atlantic Monthly, Scribner's, dan The Saturday Evening Post, semuanya menerbitkan cerita pendek dalam setiap terbitannya. Permintaan akan cerita-cerita pendek yang bermutu begitu besar, dan bayaran untuk cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga F. Scott Fitzgerald berulang-ulang menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai utangnya.
Permintaan akan cerita-cerita pendek oleh majalah mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952 majalah Life menerbitkan long cerita pendek Ernest Hemingway yang panjang (atau novella) Lelaki Tua dan Laut. Terbitan yang memuat cerita ini laku 5.300.000 eksemplar hanya dalam dua hari.
Sejak itu, jumlah majalah komersial yang menerbitkan cerita-cerita pendek telah berkurang, meskipun beberapa majalah terkenal seperti The New Yorker terus memuatnya. Majalah sastra juga memberikan tempat kepada cerita-cerita pendek. Selain itu, cerita-cerita pendek belakangan ini telah menemukan napas baru lewat penerbitan online. Cerita pendek dapat ditemukan dalam majalah online, dalam kumpulan-kumpulan yang diorganisir menurut pengarangnya ataupun temanya, dan dalam blog.



C.      Unsur Dan Ciri Khas

Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.
Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik dan tokoh utama); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya.
Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis.
Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuath cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya.
Cerpen juga memiliki [unsur intrinsik] cerpen.

D.      Ukuran
Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format fiksi lainnya yang lebih panjang adalah sesuatu yang problematic. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek ialah bahwa ia harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali diajukan dalam esai Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846). Definisi-definisi lainnya menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah kata-katanya, yaitu 7.500 kata. Dalam penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya merujuk kepada karya fiksi yang panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak kurang dari 1.000 kata.
Cerita yang pendeknya kurang dari 1.000 kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash fiction). Fiksi yang melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan ke dalam novelette, novella, atau novel.

E.      Genre
Cerita pendek pada umumnya adalah suatu bentuk karangan fiksi, dan yang paling banyak diterbitkan adalah fiksi seperti fiksi ilmiah, fiksi horor, fiksi detektif, dan lain-lain. Cerita pendek kini juga mencakup bentuk nonfiksi seperti catatan perjalanan, prosa liris dan varian-varian pasca modern serta non-fiksi seperti fikto-kritis atau jurnalisme baru.

F.      Tips Menulis Cerpen
1)             Perencanaan Cerpen
Taruh seseorang di atas pohon: munculkan sebuah keadaan yang harus dihadapi tokoh utama cerita.
Lempari dia dengan batu: Dari keadaan sebelumnya, kembangkan suatu masalah yang harus diselesaikan si tokoh utama tadi. Contoh: Kesalahpahaman, kesalahan identitas, kesempatan yang hilang, dan sebagainya.
Buat dia turun: Tunjukkan bagaimana tokoh Anda akhirnya mengatasi masalah itu. Pada beberapa cerita, hal terakhir ini seringkali juga sekaligus digunakan sebagai tempat memunculkan pesan yang ingin disampaikan penulis. Contoh: Kekuatan cinta, kebaikan mengalahkan kejahatan, kejujuran adalah kebijakan terbaik, persatuan membawa kekuatan, dsb.
Ketika Anda selesai menulis, selalu (dan selalu) periksa kembali pekerjaan Anda dan perhatikan ejaan, tanda baca dan tata bahasa. Jangan menyia-nyiakan kerja keras Anda dengan menampilkan kesan tidak profesional pada pembaca Anda.
Praktekkan perencanaan sederhana ini pada tulisan Anda selanjutnya.
2)             Tema
Setiap tulisan harus memiliki pesan atau arti yang tersirat di dalamnya. Sebuah tema adalah seperti sebuah tali yang menghubungkan awal dan akhir cerita dimana Anda menggantungkan alur, karakter, setting cerita dan lainnya. Ketika Anda menulis, yakinlah bahwa setiap kata berhubungan dengan tema ini.
Ketika menulis cerpen, bisa jadi kita akan terlalu menaruh perhatian pada satu bagian saja seperti menciptakan penokohan, penggambaran hal-hal yang ada, dialog atau apapun juga, untuk itu, kita harus ingat bahwa kata-kata yang berlebihan dapat mengaburkan inti cerita itu sendiri.
Cerita yang bagus adalah cerita yang mengikuti sebuah garis batas. Tentukan apa inti cerita Anda dan walaupun tema itu sangat menggoda untuk diperlebar, Anda tetap harus berfokus pada inti yang telah Anda buat jika tidak ingin tulisan Anda berakhir seperti pembukaan sebuah novel atau sebuah kumpulan ide-ide yang campur aduk tanpa satu kejelasan.
3)             Tempo Waktu
Cerita dalam sebuah cerpen yang efektif biasanya menampilkan sebuah tempo waktu yang pendek. Hal ini bisa berupa satu kejadian dalam kehidupan karakter utama Anda atau berupa cerita tentang kejadian yang berlangsung dalam sehari atau bahkan satu jam. Dan dengan waktu yang singkat itu, usahakan agar kejadian yang Anda ceritakan dapat memunculkan tema Anda.
4)             Setting
Karena Anda hanya memiliki jumlah kata-kata yang terbatas untuk menyampaikan pesan Anda, maka Anda harus dapat memilih setting cerita dengan hati-hati. Disini berarti bahwa setting atau tempat kejadian juga harus berperan untuk turut mendukung jalannya cerita. Hal itu tidak berarti Anda harus selalu memilih setting yang tipikal dan mudah ditebak. Sebagai contoh, beberapa setting yang paling menakutkan bagi sebuah cerita seram bukanlah kuburan atau rumah tua, tapi tempat-tempat biasa yang sering dijumpa pembaca dalam kehidupan sehari-hari mereka. Buatlah agar pembaca juga seolah-olah merasakan suasana cerita lewat setting yang telah dipilih tadi.
5)             Penokohan
Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyak tokoh malah bisa mengaburkan jalan cerita Anda. Jangan terlalu terbawa untuk memaparkan sedetail-detailnya latar belakang tiap tokoh tersebut. Tentukan tokoh mana yang paling penting dalam mendukung cerita dan fokuskan diri padanya. Jika Anda memang jatuh cinta pada tokoh-tokoh Anda, pakailah mereka sebagai dasar dalam novel Anda kelak.
6)             Dialog
Jangan menganggap enteng kekuatan dialog dalam mendukung penokohan karakter Anda, sebaliknya dialog harus mampu turut bercerita dan mengembangkan cerita Anda. Jangan hanya menjadikan dialog hanya sebagai pelengkap untuk menghidupkan tokoh Anda. Tiap kata yang ditaruh dalam mulut tokoh-tokoh Anda juga harus berfungsi dalam memunculkan tema cerita. Jika ternyata dialog tersebut tidak mampu mendukung tema, ambil langkah tegas dengan menghapusnya.
7)             Alur
Buat paragraf pembuka yang menarik yang cukup membuat pembaca penasaran untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Pastikan bahwa alur Anda lengkap, artinya harus ada pembukaan, pertengahan cerita dan penutup. Akan tetapi, Anda juga tidak perlu terlalu berlama-lama dalam membangun cerita, sehingga klimaks atau penyelesaian cerita hanya muncul dalam satu kalimat, dan membuat pembaca merasa terganggu dan bingung dalam artian negatif, bukannya terpesona. Jangan pula membuat "twist ending" (penutup yang tak terduga) yang dapat terbaca terlalu dini, usahakan supaya pembaca tetap menebak-nebak sampai saat-saat terakhir. Jika Anda membuat cerita yang bergerak cepat, misalnya cerita tentang kriminalitas, jagalah supaya paragraf dan kalimat-kalimat Anda tetap singkat. Ini adalah trik untuk mengatur kecepatan dan memperkental nuansa yang ingin Anda sajikan pada pembaca.
8)             Baca ulang
Pembaca dapat dengan mudah terpengaruh oleh format yang tidak rapi, penggunanaan tanda baca dan tata bahasa yang salah. Jangan biarkan semua itu mengganggu cerita Anda, selalu periksa dan periksa kembali.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan



B.      Saran
Struktur
Para penulis pemula seringkali disarankan untuk menggunakan pengandaian berikut ini ketika mulai menyusun cerpen mereka:
1.    Taruh seseorang di atas pohon.
2.    Lempari dia dengan batu.
3.    Buat dia turun.
Kelihatannya aneh, tapi coba Anda pikirkan baik-baik, karena saran ini bisa diterapkan oleh penulis mana saja. Nah, ikuti langkah- langkah perencanaan seperti yang disarankan di bawah kalau Anda ingin menulis cerpen-cerpen yang hebat.